Menurut Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG Miming Saepudin, hujan es dipicu pola konvektivitas massa udara dalam skala lokal regional yang signifikan.
Artinya, hujan es umum terjadi dari sistem awan cumulonimbus yang menjulang tinggi dengan kondisi labilitas udara yang signifikan, sehingga dapat membentuk butiran es di awan dengan ukuran yang cukup besar.
“Ini fenomena downdraft yang kuat (aliran massa udara turun dalam sistem awan) yang terjadi di sistem awan cumulonimbus, terutama pada fase matang,” ujarnya seperti yang dikutip dari Antara.
Oleh karena itu, kondisi ini dapat menyebabkan butiran es dengan ukuran yang cukup besar dalam sistem awan cumulonimbus. Lalu, turun hingga ke dasar awan hingga keluar dari awan menjadi fenomena hujan es.
Terlebih, kecepatan downdraft dari awan kumulonimbus tersebut cukup signifikan, sehingga dapat mengakibatkan butiran es yang keluar dari awan tidak mencair secara cepat di udara.
“Bahkan sampai jatuh ke permukaan bumi masih dalam bentuk butiran es yang dikenal dengan fenomena hujan es (seperti hujan es Surabaya)," ucapnya.
Penulis : red
COMMENTS